Kata Iman dan Kufur
merupakan ungkapan yang tidak asing bagi kita manusia beragama,
terutama yang berlabel muslim. Kata inilah yang menjadi muatan penting
dalam setiap kitab suci, yang pada kenyataannya akan membentuk dua
kelompok manusia (mukmin dan kafir) dan akan melahirkan garis pemisah
antara keduanya.
Bagi Mukmin, iman dan kufur selalu menjadi tolak ukur dalam kehidupannya, dalam setiap fikiran dan keyakinannya, setiap perkataan bahkan dalam setiap gerakan anggota tubuhnya dikala ia terjaga dan dikala tidurnya, sedang bagi Sikafirin, iman dan kufur bukanlah hal penting untuk difikirkan terlalu sepele untuk diperbincangkan, apalagi untuk diwujudkan dalam bentuk sikap dan perbuatan yang ada hanyalah permainan dan senda gurau yang diiringi dengan siulan dan tepuk tangan.
Begitu pentingnya, sehingga iman dan kufur selalu menjadi mata kuliah disetiap lembaga dan pendidikan, tema bagi setiap naskah dan tulisan, menjadi isu disetiap perbincangan, ia didengungkan dari atas mimbar-mimbar, disuarakan dimajlis-majlis dan disenandungkan dalam setiap lirik dan lagu, yang jadi pertanyaan, sudahkah kita faham akan makna haqiqi tentang ungkapan itu? Sehingga kita mampu memenuhi tuntunannya dalam bentuk aqad, ikrar dan amal sebagaimana ungkapan hadist:
"Iman itu diaqadkan dengan hati, diikrarkan dengan lisan dan diamalkan dengan anggota tubuh"
1. Aqdun Bil qolbi
Manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang dilebihkan atas makhuk-makhluknya, di ilhamkan padanya dua jalan, yaitu jalan kufur dan jalan taqwa (QS.91:8), diberinya fasilitas pendengaran, penglihatan dan hati yang membentuk akal fikiran untuk bisa membedakan antara haq dan bathil, antara iman dan kufur, halal dan haram, dipengadilan Allah kelak itu semua akan diminta pertanggung jawabnya (QS.17:36)
Kita yang telah terlanjur dan dengan bangga mengambil jalan taqwa (iman), merasa telah menumpuk banyak pahala, berangan-angan dan bermimpi indah bahwa kita akan berlenggang memasuki surga dengan segala kenikmatannya, pernahkah kita berfikir, bertanya pada diri sendiri, sudahkah kita mengenal Allah secara benar?
Berdasarkan firman Allah surat An nas 1-3 disitu Allah memproklamirkan diri sebagai Rabb, malik dan illah. Kita sebagai seorang mukmin, tentu wajib hukumnya mengakui dan meyakini ketiga otoritas tersebut dengan segala konsekwensinya.
Iman yang benar tidak hanya cukup percaya atau yakin, tidak akan terwakili hanya dengan impian dan angan-angan, "Al iimanu laisa bittaman" begitu hadist mengatakan;
Pernyataan iman dalam agama islam lebih dikenal dengan istilah syahadah (persaksian, pengakuan, pernyataan dan sumpah). Mengakui akan otoritas Allah sebagai Rabb, Malik dan illah harus di ikrarkan dengan tiga tahapan syahadah,;
a. Syahadah Rububiyyah
Pada tahapan ini kita bisa dan telah melakukannya sewaktu didalam ruh dengan pernyataan : "Balaa syahidnaa" (QS.7:172) apabila dilontarkan kepada kita pertanyaan-pertanyaan:
- Kepunyaan siapa bumi ini, dan semua yang ada padanya?
- Siapakah yang mempunyai langit yang tujuh dan mempunyai arasy yang besar?
- Siapakah yang di tangannya berada kekuasaan atas segala sesuatu sedang dia melindungi, tapi tidak ada yang dilindunginya dari azabnya?
tentu dengan fasih nan lantang kita akan menjawab "kepunyaan Allah" (QS.23:84-89)
b. Syahadah Uluhiyah
Pernyataan Allah sebagai illah atau sering kita sebut sebagai syahadah tauhid, yaitu kalimat" Asyhadu alla ilaha illallah" merupakan sebuah pernyataan bahwa tidak ada yang memberikan ketenangan, yang dicintai, tempat bergantung, yang menjadi wali, yang ditaati kecuali Allah saja.
c. Syahadah Mulkiyah
Sebagaimana Allah telah berfirman dalam kitabya bahwa Allah yang mempunyai kerajaan langit dan bumi. Dan Allah telah mengamanatkan bumi ini kepada manusia, yakni kepada orang-orang yang shalih, Dia telah mengangkat Muhammad Saw nabi terakhir sebagai mandatarisNya (Rasulullah) untuk menggelar kerajaan Allah dalam wujud Dienul Islam. Allah, Rasul, Orang-orang yang beriman merupakan struktur kepemimpinannya dan Al Quran sebagai Undang-undangnya maka pernyataan syahadah pada tahapan ini adalah pernyataan Muhammad sebagai Rasulullah, wakil Allah dimuka bumi, Islam sebagai diennya dan menjadikan rasulullah sebagai uswah hasanah. syahadah ini terangkum dalam kalimat " Waasyhadu anna Muhammadan rasulullah" (syahadah rasul). Dewasa ini sepertinya syahadah banyak ditinggalkan dan dikhianati oleh kaum muslimin, sehingga ia dicampakan sebagai fitrah yang terlupakan.
3. Amalun bil arkan
Sungguh sempurna apabila kita beriman kepada Allah, kita menyakininya dengan hati yang tulus ikhlas, kita ikrarkan dengan syahadah diatas tuntutan Allah dan rasulNya, kemudian kita buktikan dengan amal shaleh. Ketika kita percaya bahwa Allah Maha pencipta, Maha pengatur, Maha pendidik, Maha pemberi rizki, tentu kita tidak akan dicipta dan menciptakan sesuatu diluar aturanNya, tidak akan dididik dan mendidik diluar pendidikan wahyuNya, tidak akan meminta rizki dan menafkahkannya kecuali kepada dan dijalanNya. Ketika kita meyakini Allah sebagai Al Illah tentu kita tidak akan meminta pertolongan dan perlindungan, tidak akan menghamba memberikan loyalitas, kecuali kepadaNya dengan merendahkan diri penuh kekhusyu'an, kita tidak akan rela bila ada Illah-Illah lain berdiri congkak menandingiNya.
Ketika kita mengakui Allah sebagai Al Malik, tentu kita tidak akan mengakui raja atau penguasa selain Allah. Tidak akan tunduk patuh penuh kehinaan dihadapan Thaghut yang durjana jahannam, tidak akan pernah betah, bernaung dibawah bendera jahiliyyah yang menyengsarakan, kita akan jungjung tinggi undang-undangNya. Bersatu padu bergandengan tangan, memenangkannya diatas aturan yang lain walaupun orang musyrik benci, sampai Allah mendatangkan keputusanNya (QS.61:9)
Kembali kepertanyaan semula, sudahkah kita mengenal hakikat iman? Dengan sedikit penjelasan diatas, mari kita ukur setinggi dan setebal apa keimanan kita, kalau tidak.....
Jangan-jangan kita sedang terjerembab dalam kekufuran yang penuh nista tanpa kita sadari!!! Na'udzubillahimin dzalik.
Referensi: Al-Quran+Assunnah -At-tasbih-
0 komentar:
Posting Komentar