Sudah dua akhir pekan ini Perdana Menteri Zionis Israel Benyamin
Netanyahu dibikin panik oleh rakyatnya sendiri. Sabtu kemarin, sekitar
150 ribu warga turun ke jalan berdemonstrasi dan mendirikan tenda di
penjuru Tel Aviv. Jumlah itu meledak dari jumlah demonstran pada Sabtu
sebelumnya yang diperkirakan 30 ribu orang. Mereka meneriakkan slogan
“keadilan sosial”.
Bukan cuma berdemonstrasi, ribuan demonstran yang terdiri dari warga Zionis Israel dari kalangan pekerja rendahan itu bahkan mendirikan tenda-tenda di seluruh penjuru jalan kota Tel Aviv. Suatu pemandangan yang belum pernah terjadi sejak 63 tahun yang lalu negara “Zionis Israel” diproklamasikan.
Tel Aviv merupakan ibukota yang dibangun di atas tanah dan perumahan rakyat Palestina yang telah diratakan dengan tanah. Dipilihnya lokasi Tel Aviv menurut Occupied Palestine sengaja dilakukan dengan cermat agar secara geografis sangat sulit bagi warga Palestina mengklaim kembali tanah-tanahnya yang dirampok Zionis tahun 1948.
Tel Aviv didiami oleh warga Yahudi yang di-imigrasi dari seluruh kawasan Eropa setelah Perang Dunia II.
Demonstrasi tenda yang sudah berlangsung dua kali akhir pekan itu bermula dari jalan paling penting di kota itu, Rothschild Avenue, yang diambil dari nama tokoh bank riba dunia yang berdarah Yahudi.
Tenda pertama dua minggu lalu didirikan Daphne Leef, seorang pembuat film, yang mengaku penghasilannya sudah tak mampu menjamin kehidupannya. Lewat Facebook-nya Leef mengumumkan akan nekat tinggal di tenda di jalan itu sampai kondisi ekonomi “Israel” cukup layak untuk hidup warganya.
Pelan-pelan semakin banyak orang bergabung dengannya karena harga sewa rumah dan apartemen meroket. Sebagian dari mereka menambahkan ongkos transportasi yang juga melonjak, dengan layanan yang makin buruk akibat salah manajemen.
Yang membikin Netanyahu panik, ratusan ribu demonstran tenda itu merupakan warga “Israel” yang selama ini telah mengabdikan diri bagi negara penjajah itu.
Menurut Occupied Palestine para demonstran adalah orang-orang yang selama ini taat hukum, ikut melaksanakan wajib militer, belajar di berbagai universitas, dan merasa putus asa karena penghasilannya tak mampu menghidupi keluarganya.
Demonstrasi tenda ini bukan yang pertama terjadi tahun ini. Sejumlah dokter dan paramedis sudah melakukan mogok kerja dalam setengah tahun terakhir. Mereka menuntut perbaikan gaji dan tunjangan hidupnya. Para petani dan peternak juga melakukan hal yang sama.
Mahasiswa dari berbagai universitas memprotes kenaikan ongkos pendidikan. Bahkan 44 orang asisten anggota parlemen Knesset Rabu pekan lalu melakukan protes dengan mendorong puluhan troli pasar swalayan. Mereka memprotes mahalnya ongkos kebutuhan anak-anak dan menuntut pendidikan gratis bagi anak-anaknya, terutama di tingkat taman kanak-kanak.
Apakah Netanyahu akan bernasib sama dengan “kawan-kawan” diktator Arab seperti Mubarak di Mesir dan Ben Ali di Tunisia yang terjungkal karena gagal menjalankan kekuasaan atas rakyatnya? Mudah-mudahan.*
Bukan cuma berdemonstrasi, ribuan demonstran yang terdiri dari warga Zionis Israel dari kalangan pekerja rendahan itu bahkan mendirikan tenda-tenda di seluruh penjuru jalan kota Tel Aviv. Suatu pemandangan yang belum pernah terjadi sejak 63 tahun yang lalu negara “Zionis Israel” diproklamasikan.
Tel Aviv merupakan ibukota yang dibangun di atas tanah dan perumahan rakyat Palestina yang telah diratakan dengan tanah. Dipilihnya lokasi Tel Aviv menurut Occupied Palestine sengaja dilakukan dengan cermat agar secara geografis sangat sulit bagi warga Palestina mengklaim kembali tanah-tanahnya yang dirampok Zionis tahun 1948.
Tel Aviv didiami oleh warga Yahudi yang di-imigrasi dari seluruh kawasan Eropa setelah Perang Dunia II.
Demonstrasi tenda yang sudah berlangsung dua kali akhir pekan itu bermula dari jalan paling penting di kota itu, Rothschild Avenue, yang diambil dari nama tokoh bank riba dunia yang berdarah Yahudi.
Tenda pertama dua minggu lalu didirikan Daphne Leef, seorang pembuat film, yang mengaku penghasilannya sudah tak mampu menjamin kehidupannya. Lewat Facebook-nya Leef mengumumkan akan nekat tinggal di tenda di jalan itu sampai kondisi ekonomi “Israel” cukup layak untuk hidup warganya.
Pelan-pelan semakin banyak orang bergabung dengannya karena harga sewa rumah dan apartemen meroket. Sebagian dari mereka menambahkan ongkos transportasi yang juga melonjak, dengan layanan yang makin buruk akibat salah manajemen.
Yang membikin Netanyahu panik, ratusan ribu demonstran tenda itu merupakan warga “Israel” yang selama ini telah mengabdikan diri bagi negara penjajah itu.
Menurut Occupied Palestine para demonstran adalah orang-orang yang selama ini taat hukum, ikut melaksanakan wajib militer, belajar di berbagai universitas, dan merasa putus asa karena penghasilannya tak mampu menghidupi keluarganya.
Demonstrasi tenda ini bukan yang pertama terjadi tahun ini. Sejumlah dokter dan paramedis sudah melakukan mogok kerja dalam setengah tahun terakhir. Mereka menuntut perbaikan gaji dan tunjangan hidupnya. Para petani dan peternak juga melakukan hal yang sama.
Mahasiswa dari berbagai universitas memprotes kenaikan ongkos pendidikan. Bahkan 44 orang asisten anggota parlemen Knesset Rabu pekan lalu melakukan protes dengan mendorong puluhan troli pasar swalayan. Mereka memprotes mahalnya ongkos kebutuhan anak-anak dan menuntut pendidikan gratis bagi anak-anaknya, terutama di tingkat taman kanak-kanak.
Apakah Netanyahu akan bernasib sama dengan “kawan-kawan” diktator Arab seperti Mubarak di Mesir dan Ben Ali di Tunisia yang terjungkal karena gagal menjalankan kekuasaan atas rakyatnya? Mudah-mudahan.*
0 komentar:
Posting Komentar