Muhammad Halabiyeh, 16 tahun, menderita selama berhari-hari di penjara. Menurut laporan Electronic Intifada,
selain menahan rasa sakit akibat kakinya yang patah dan tidak dirawat,
kekurangan tidur, ia juga masih disiksa oleh serdadu dan polisi Zionis.
Para serdadu dan polisi itu setiap hari memukuli wajah dan perutnya, dan
menusuki tangan dan kakinya dengan jarum. Ia juga ditakut-takuti akan
disiksa secara seksual.
Sesudah lebih dari setahun ditahan, minggu lalu Halabiyeh dinyatakan bersalah oleh pengadilan militer ‘Israel’. Remaja ini ditangkap di rumahnya di kawasan Abu Dis, Al-Quds Timur, bulan Pebruari 2010 lalu. Setelah disiksa berhari-hari akhirnya ia terpaksa mengiyakan tuduhan bahwa dirinya melempar bom molotov ke arah sebuah pos militer Zionis.
Tuduhan atasnya itu tetap diajukan ke pengadilan meskipun hakim militer perempuan yang memimpin sidang mengakui dan menyatakan percaya remaja itu telah mengalami berbagai penyiksaan selama di penjara. Vonisnya baru akan dijatuhkan 19 Juli mendatang.
“Hakim itu menganggap tidak ada bukti bahwa pengakuan Halabiyeh merupakan akibat langsung dari siksaan,” terang Sahar Francis, Direktur Ad-Dameer, sebuah LSM yang membela hak-hak asasi para tawanan dalam wawancaranya dengan EI. Ad-Dameer mendampingi Halabiyeh selama menjalani pengadilan di Pengadilan Militer Ofer.
Sejak Zionis ‘Israel’ menjajah Jalur Gaza dan Tepi Barat termasuk Al-Quds (Yerusalem) Timur, diperkirakan sekitar 700 ribu warga Palestina telah dipenjara. Jumlah ini sekitar 20% dari seluruh warga Palestina, dan 40% dari jumlah penduduk pria di kawasan Palestina yang dijajah, menurut Ad-Dameer.
Hari ini, Ad-Dameer mencatat lebih dari 5600 tawanan Palestina ada di berbagai penjara Zionis, dan lebih dari 1500 peraturan militer Zionis mengatur berbagai aspek kehidupan di kawasan Tepi Barat.
Sistem pengadilan militer Zionis mengendalikan seluruh proses pengadilan, penghukuman, dan pemenjaraan semua tawanan Palestina. Semua jaksa penuntut dan hakim adalah serdadu Zionis, sedangkan bagi para pemukim Yahudi diperlakukan sistem pengadilan sipil berikut jaksa dan hakim sipil.
Menurut Francis, penyiksaan terhadap tawanan Palestina sudah begitu luas terjadi. Para serdadu Zionis bahkan sudah menggunakan berbagai metode penyiksaan sejak penangkapan, sebelum tawanan dibawa ke pusat interogasi. Metode ini dimaksud untuk lebih mudah memancing pengakuan.
“Terkadang, mereka memakai listrik untuk menyiksa. Kadang mereka menutup mata dan mengikat tawanan di kursi. Mereka tarik kepalanya ke belakang, lalu menyiramkan air ke wajahnya, sehingga kesulitan bernafas,” jelas Francis.
Terutama bagi para tawanan remaja, penyiksaan seperti ini, ditambah dengan pemukulan dan penendangan ke bagian-bagian tubuh tertentu sangat umum dilakukan, tambahnya. Penyiksaan yang bersifat psikologis juga dilakukan, dengan cara memberikan ancaman, termasuk ancaman siksaan seksual.*
Sesudah lebih dari setahun ditahan, minggu lalu Halabiyeh dinyatakan bersalah oleh pengadilan militer ‘Israel’. Remaja ini ditangkap di rumahnya di kawasan Abu Dis, Al-Quds Timur, bulan Pebruari 2010 lalu. Setelah disiksa berhari-hari akhirnya ia terpaksa mengiyakan tuduhan bahwa dirinya melempar bom molotov ke arah sebuah pos militer Zionis.
Tuduhan atasnya itu tetap diajukan ke pengadilan meskipun hakim militer perempuan yang memimpin sidang mengakui dan menyatakan percaya remaja itu telah mengalami berbagai penyiksaan selama di penjara. Vonisnya baru akan dijatuhkan 19 Juli mendatang.
“Hakim itu menganggap tidak ada bukti bahwa pengakuan Halabiyeh merupakan akibat langsung dari siksaan,” terang Sahar Francis, Direktur Ad-Dameer, sebuah LSM yang membela hak-hak asasi para tawanan dalam wawancaranya dengan EI. Ad-Dameer mendampingi Halabiyeh selama menjalani pengadilan di Pengadilan Militer Ofer.
Sejak Zionis ‘Israel’ menjajah Jalur Gaza dan Tepi Barat termasuk Al-Quds (Yerusalem) Timur, diperkirakan sekitar 700 ribu warga Palestina telah dipenjara. Jumlah ini sekitar 20% dari seluruh warga Palestina, dan 40% dari jumlah penduduk pria di kawasan Palestina yang dijajah, menurut Ad-Dameer.
Hari ini, Ad-Dameer mencatat lebih dari 5600 tawanan Palestina ada di berbagai penjara Zionis, dan lebih dari 1500 peraturan militer Zionis mengatur berbagai aspek kehidupan di kawasan Tepi Barat.
Sistem pengadilan militer Zionis mengendalikan seluruh proses pengadilan, penghukuman, dan pemenjaraan semua tawanan Palestina. Semua jaksa penuntut dan hakim adalah serdadu Zionis, sedangkan bagi para pemukim Yahudi diperlakukan sistem pengadilan sipil berikut jaksa dan hakim sipil.
Menurut Francis, penyiksaan terhadap tawanan Palestina sudah begitu luas terjadi. Para serdadu Zionis bahkan sudah menggunakan berbagai metode penyiksaan sejak penangkapan, sebelum tawanan dibawa ke pusat interogasi. Metode ini dimaksud untuk lebih mudah memancing pengakuan.
“Terkadang, mereka memakai listrik untuk menyiksa. Kadang mereka menutup mata dan mengikat tawanan di kursi. Mereka tarik kepalanya ke belakang, lalu menyiramkan air ke wajahnya, sehingga kesulitan bernafas,” jelas Francis.
Terutama bagi para tawanan remaja, penyiksaan seperti ini, ditambah dengan pemukulan dan penendangan ke bagian-bagian tubuh tertentu sangat umum dilakukan, tambahnya. Penyiksaan yang bersifat psikologis juga dilakukan, dengan cara memberikan ancaman, termasuk ancaman siksaan seksual.*
0 komentar:
Posting Komentar