Mengapa ribuan pengungsi Palestina di Lebanon dan Suriah hari
Ahad 15 Mei lalu bergerak mendekati pagar-pagar yang membatasi mereka
dengan tanah Palestina yang dikuasai Zionis?
Mengapa mereka terobos pagar-pagar berduri dan bersetrum dan menyongsong muntahan peluru timah panas yang merobek-robek tubuh mereka?
Jawabnya: mereka ingin pulang ke rumah-rumah yang terpaksa mereka tinggalkan pada 15 Mei 1948 karena serdadu-serdadu Zionis bersenjata mengusir, membunuh, memperkosa dan membakar serta merampas seluruh harta mereka.
Dengan baju di badan, tanpa alas kaki, mereka berjalan kaki berpuluh, beratus bahkan beribu kilometer mencari tempat mengungsi di Suriah, Lebanon, Yordan, Kuwait…
Beberapa dari mereka masih menggenggam dan menyimpan hinggi kini anak-anak kunci pintu rumah mereka. Itulah sebabnya mengapa anak kunci menjadi lambang bagi al-haqqu al-audah – hak untuk kembali. The Right of Return.
Itulah An-Nakbah, Hari Bencana Besar, 63 tahun lalu yang menjadi awal hilang dan dirampasnya rumah, harta benda, lahan pertanian, sumber penghasilan, hingga kota milik rakyat Palestina.
Itulah hari ketika ketika Zionis mengusir penduduk Palestina untuk membuat sebuah negara Yahudi.
Segera setelah rakyat Palestina harus mengungsi, rumah-rumah kosong mereka pun ditempati oleh penjajah Zionis.
Dalam bahasa Arab, An-Nakba atau An-Nakbah bermakna “Kehancuran”. Kehancuran yang kini justru dirayakan oleh Zionis sebagai ulang tahun mereka.
Terdapat beberapa fakta penting tentang An-Nakbah:
1. An-Nakbah adalah akar permasalahan dari konflik Palestina dan Zionis.
An-Nakbah ditetapkan pada tanggal 15 Mei, tepat sehari setelah Zionis mendeklarasikan ‘negara’ mereka pada tahun 1948.
2. An-Nakbah adalah peristiwa traumatis yang menyebabkan kondisi krisis bagi pengungsi Palestina.
Pada penghujung tahun 1948, dua per tiga populasi Palestina diusir oleh Zionis. Sekitar 50% dipaksa keluar dari tanah kelahiran mereka di bawah paksaan tentara militer Zionis.
Sisanya menyelamatkan diri karena pembantaian rakyat Palestina dilakukan Zionis di mana-mana, seperti yang terjadi di Desa Deir Yassin dan Tantura.
3. Pemimpin Yahudi memandang ‘transfer’ sebagai langkah penting dalam pembentukan negara ‘Israel’.
‘Transfer’ yang dimaksudkan adalah pengusiran rakyat Palestina sebanyak mungkin, sebelum negara-negara Arab lain sempat membantu mempertahankan diri.
Cetak biru dari pembersihan etnis ini disebut dengan rencana Haganah, yang oleh Perdana Menteri ‘Israel’ pertama, David Ben Gurion, dijelaskan sebagai:
“Penggunaan teror, intimidasi, pembunuhan, perampasan lahan, pemutusan layanan sosial untuk menghapus populasi Arab yang ada.”
4. Ratusan kota dan desa Palestina dihancurkan sejak hari An-Nakbah.
Kaum Yahudi Zionis mengosongkan lebih dari 450 kota dan desa, sebagian besar di antaranya dihancurkan.
5. Properti dan barang berharga milik rakyat Palestina dirampas habis-habisan oleh Zionis.
Pemerintah ‘Israel’ mengambil lahan para pengungsi dan properti mereka. Tidak ada penghargaan sama sekali terhadap hak-hak rakyat Palestina, termasuk hak untuk kembali ke rumah mereka.
Apa yang hilang dari rakyat Palestina, diakui sebagai milik kaum Zionis; rumah, lahan pertanian, perabotan, baju, buku, hingga hewan peliharaan.
6. Sebagian rakyat Palestina tinggal di daerah yang diakui sebagai daerah ‘Israel’ dan mendapat perlakuan diskriminatif.
Meski sebagian besar penduduk Palestina diusir, sebagian lain bertahan di lahan yang kini disebut sebagai negara ‘Israel’. Mereka mendapat hak pilih dan bekerja di perkantoran, namun tersisihkan dari hukum istimewa yang berlaku khusus bagi Yahudi.
7. Jutaan pengungsi Palestina masih tersebar di penjuru dunia, hingga hari ini.
Saat ini, pengungsi Palestina yang terdaftar dalam data PBB berjumlah sekitar 4,4 juta orang. Diestimasikan masih terdapat 1 juta pengungsi Palestina lainnya yang belum tercatat oleh PBB. Maka dapat disimpulkan, dari 10 juta rakyat Palestina, lebih dari setengahnya berstatus sebagai pengungsi.
8. Hukum internasional menetapkan bahwa para pengungsi memiliki hak untuk kembali.
Seluruh pengungsi di seluruh dunia sebenarnya memiliki hak yang diakui secara internasional untuk kembali ke daerah asal mereka. Kemudian berhak pula menerima kompensasi atas kerugian yang diderita para pengungsi.
Inilah yang terjadi pada perjanjian damai seperti di Kamboja, Rwanda, Kroasia, Bosnia-Herzegovina, Guatemala, Irlandia Utara, Kosovi, Burundi, dan Darfur.
Hak kembali ke daerah asal ini juga telah ditetapkan PBB bagi para pengungsi Palestina pada Resolusi PBB 194 pada 1948.
Akan tetapi, Zionis tidak mengindahkan aturan tersebut dan tetap melarang pengungsi Palestina yang ingin pulang ke rumah mereka.
9. Penyelesaian masalah hak para pengungsi amatlah penting bagi kedamaian di Timur Tengah.
Mayoritas rakyat Palestina sepakat bahwa hak-hak pengungsi perlu dipenuhi terlebih dahulu, sebelum perdamaian antara Palestina dan ‘Israel’ mungkin tercapai.
Mengapa mereka terobos pagar-pagar berduri dan bersetrum dan menyongsong muntahan peluru timah panas yang merobek-robek tubuh mereka?
Jawabnya: mereka ingin pulang ke rumah-rumah yang terpaksa mereka tinggalkan pada 15 Mei 1948 karena serdadu-serdadu Zionis bersenjata mengusir, membunuh, memperkosa dan membakar serta merampas seluruh harta mereka.
Dengan baju di badan, tanpa alas kaki, mereka berjalan kaki berpuluh, beratus bahkan beribu kilometer mencari tempat mengungsi di Suriah, Lebanon, Yordan, Kuwait…
Beberapa dari mereka masih menggenggam dan menyimpan hinggi kini anak-anak kunci pintu rumah mereka. Itulah sebabnya mengapa anak kunci menjadi lambang bagi al-haqqu al-audah – hak untuk kembali. The Right of Return.
Itulah An-Nakbah, Hari Bencana Besar, 63 tahun lalu yang menjadi awal hilang dan dirampasnya rumah, harta benda, lahan pertanian, sumber penghasilan, hingga kota milik rakyat Palestina.
Itulah hari ketika ketika Zionis mengusir penduduk Palestina untuk membuat sebuah negara Yahudi.
Segera setelah rakyat Palestina harus mengungsi, rumah-rumah kosong mereka pun ditempati oleh penjajah Zionis.
Dalam bahasa Arab, An-Nakba atau An-Nakbah bermakna “Kehancuran”. Kehancuran yang kini justru dirayakan oleh Zionis sebagai ulang tahun mereka.
Terdapat beberapa fakta penting tentang An-Nakbah:
1. An-Nakbah adalah akar permasalahan dari konflik Palestina dan Zionis.
An-Nakbah ditetapkan pada tanggal 15 Mei, tepat sehari setelah Zionis mendeklarasikan ‘negara’ mereka pada tahun 1948.
2. An-Nakbah adalah peristiwa traumatis yang menyebabkan kondisi krisis bagi pengungsi Palestina.
Pada penghujung tahun 1948, dua per tiga populasi Palestina diusir oleh Zionis. Sekitar 50% dipaksa keluar dari tanah kelahiran mereka di bawah paksaan tentara militer Zionis.
Sisanya menyelamatkan diri karena pembantaian rakyat Palestina dilakukan Zionis di mana-mana, seperti yang terjadi di Desa Deir Yassin dan Tantura.
3. Pemimpin Yahudi memandang ‘transfer’ sebagai langkah penting dalam pembentukan negara ‘Israel’.
‘Transfer’ yang dimaksudkan adalah pengusiran rakyat Palestina sebanyak mungkin, sebelum negara-negara Arab lain sempat membantu mempertahankan diri.
Cetak biru dari pembersihan etnis ini disebut dengan rencana Haganah, yang oleh Perdana Menteri ‘Israel’ pertama, David Ben Gurion, dijelaskan sebagai:
“Penggunaan teror, intimidasi, pembunuhan, perampasan lahan, pemutusan layanan sosial untuk menghapus populasi Arab yang ada.”
4. Ratusan kota dan desa Palestina dihancurkan sejak hari An-Nakbah.
Kaum Yahudi Zionis mengosongkan lebih dari 450 kota dan desa, sebagian besar di antaranya dihancurkan.
5. Properti dan barang berharga milik rakyat Palestina dirampas habis-habisan oleh Zionis.
Pemerintah ‘Israel’ mengambil lahan para pengungsi dan properti mereka. Tidak ada penghargaan sama sekali terhadap hak-hak rakyat Palestina, termasuk hak untuk kembali ke rumah mereka.
Apa yang hilang dari rakyat Palestina, diakui sebagai milik kaum Zionis; rumah, lahan pertanian, perabotan, baju, buku, hingga hewan peliharaan.
6. Sebagian rakyat Palestina tinggal di daerah yang diakui sebagai daerah ‘Israel’ dan mendapat perlakuan diskriminatif.
Meski sebagian besar penduduk Palestina diusir, sebagian lain bertahan di lahan yang kini disebut sebagai negara ‘Israel’. Mereka mendapat hak pilih dan bekerja di perkantoran, namun tersisihkan dari hukum istimewa yang berlaku khusus bagi Yahudi.
7. Jutaan pengungsi Palestina masih tersebar di penjuru dunia, hingga hari ini.
Saat ini, pengungsi Palestina yang terdaftar dalam data PBB berjumlah sekitar 4,4 juta orang. Diestimasikan masih terdapat 1 juta pengungsi Palestina lainnya yang belum tercatat oleh PBB. Maka dapat disimpulkan, dari 10 juta rakyat Palestina, lebih dari setengahnya berstatus sebagai pengungsi.
8. Hukum internasional menetapkan bahwa para pengungsi memiliki hak untuk kembali.
Seluruh pengungsi di seluruh dunia sebenarnya memiliki hak yang diakui secara internasional untuk kembali ke daerah asal mereka. Kemudian berhak pula menerima kompensasi atas kerugian yang diderita para pengungsi.
Inilah yang terjadi pada perjanjian damai seperti di Kamboja, Rwanda, Kroasia, Bosnia-Herzegovina, Guatemala, Irlandia Utara, Kosovi, Burundi, dan Darfur.
Hak kembali ke daerah asal ini juga telah ditetapkan PBB bagi para pengungsi Palestina pada Resolusi PBB 194 pada 1948.
Akan tetapi, Zionis tidak mengindahkan aturan tersebut dan tetap melarang pengungsi Palestina yang ingin pulang ke rumah mereka.
9. Penyelesaian masalah hak para pengungsi amatlah penting bagi kedamaian di Timur Tengah.
Mayoritas rakyat Palestina sepakat bahwa hak-hak pengungsi perlu dipenuhi terlebih dahulu, sebelum perdamaian antara Palestina dan ‘Israel’ mungkin tercapai.
0 komentar:
Posting Komentar